PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN (Tween 80) TERHADAP KELARUTAN ASAM SALISILAT

07:19
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN (Tween 80) TERHADAP KELARUTAN ASAM SALISILAT

I.                   Tujuan Percobaan          :
·         Menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.
·         Menjelaskan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelarutan.

II.                Teori Umum                    :
A.    Defenisi Kelarutan
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut  dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan kedalam golongan   produk lainnya”.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1.      pH
2.      Temperatur
3.      Jenis pelarut
4.      Bentuk dan ukuran partikel
5.      Konstanta dielektrik pelarut
6.      Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lain-lain.


B.     Surfaktan
            Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik         dan  gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998)
            Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
            Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).
            Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan mediumsekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalammedium (Martinet al., 1993). Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membranmengandung komponen penyusun yang sama (Attwood & Florence, 1985;Sudjaswadi,1991).
Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk meningkatkankalarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat(Martinet al., 1993). Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel (Shargelet al.,1999)
            Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:
1.      Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang.
2.      Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3.      Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4.      Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.
III.             Alat dan Bahan   :
Alat    
1.      Neraca analitik
2.      Erlenmeyer
3.      Pipet tetes
4.      Buret
5.      Klem dan statif
6.      Batang pengaduk
7.      Shaker
Bahan
1.      NaOH 0,1 N
2.      Asam oksalat 100 mg
3.      Aquadest
4.      Penolftalein
5.      Asam salisilat 200 mg
6.      Larutan surfaktan (tween 80) konsentrasi 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%
7.      Kertas timbang
8.      Kertas saring

IV.             Prosedur Kerja   :
Penetapan Larutan NaOH
1.      Buatlah larutan NaOH 0,1 N
2.      Timbang teliti 100 mg asam oksalat, masukkan ke dalam erlenmeyer lalu tambahkan aquadest 50 ml, kocok sampai larut, tambahkan 2 tetes indikator Penolftalein.
3.      Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda, catat volume NaOH terpakai.

Penetapan Kadar Asam Salisilat
1.        Buatlah larutan surfaktan (tween 80) dalam berbagai konsentrasi ; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3%.
2.        Timbang 200 mg asam salisilat.
3.        Larutkan asam salisilat dalam 50 ml larutan campur ( 10 ml surfaktan 40 ml aquadest ), kocok selama 15 menit, kemudian saring.
4.        Pipet 10 ml filtrat larutan sample, tambahkan 2 tetes indikator PP.
5.        Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna, dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Catat volume NaOH yang terpakai.
6.        Titrasi dilakukan 3 kali.


V.                Hasil Percobaan dan Perhitungan         :
Ø  Data Pembakuan NaOH :
Percobaan Ke -
Massa Asam Oksalat
(gram)
Volume NaOH
(ml)
I
0,112
16,2
II
0,105
16,1
III
0,106
16,2


Ø Data Titrasi NaOH terhadap asam salisilat yang sudah dilarutkan :
Kelompok
Massa Asam Salisilat (mg)
V1
(ml)
V2
(ml)
V3
(ml)
V rata-rata
(ml)
1
200
1,8
1,8
2
1,87
2
201
1,8
1,8
2
1,87
3
202
2
2,1
2
2,03
4
201
2,2
2
2
2,07
5
205
2,1
2,2
2,2
2,17
6
201
2,4
2,4
2,4
2,4

Ø Perhitungan Kadar Asam Salisilat
Rumus Umum
% Kadar Asam Salisilat = Vtitrasi x NNaOH  x BE Asam Salisilat x 5 x 100%
                                                Massa Asam Salisilat (mg)




·         Kelompok 1 (Surfaktan 0,5 %) :
%  Kadar Asam Salisilat         = 1,87 x 0,106 x 138,12 x 5 x 100
                                                            200  mg
                                                = 68,45 %

·         Kelompok 2 (Surfaktan 1 %):

%  Kadar Asam Salisilat         = 1,87 x 0,106 x 138,12 x 5 x 100
                                                            201  mg
                                                = 68,10 %


·         Kelompok 3 (Surfaktan 1,5 %) :

%  Kadar Asam Salisilat         = 2,03 x 0,106 x 138,12 x 5 x 100
                                                            202  mg
                                                =  73,57 %

·         Kelompok 4 (Surfaktan 2 %) :

%  Kadar Asam Salisilat         = 2,07 x 0,106 x 138,12 x 5 x 100
                                                            201  mg
                                                = 75,39 %

·         Kelompok 5 (Surfaktan 2,5 %) :

%  Kadar Asam Salisilat         = 2,17 x 0,106 x 138,12 x 5 x 100
                                                            205  mg
                                                = 77,49 %

·         Kelompok 6

%  Kadar Asam Salisilat         = 2,4 x 0,106 x 138,12 x 5 x 100
                                                            201  mg
                                                = 87,41 %


VI.             Pembahasan                    :
Pada percobaan ini diawali dengan melakukan pencampuran larutan yaitu antara air dan surfaktan dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditentukan. Kemudian sampel (asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut yang telah ditambahakn surfaktan tersebut dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan pengocok orbital selama 15 menit. Setelah itu dilakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder (NaOH 0,1N). Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam-basa, yaitu titrasi terhadap larutan asam salisilat terhadap larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenolptalein (pp).
Indikator fenolptalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar 8,0 - 10,0. Indikator fenolptalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik dimana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda. Sehingga diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut ada yang tidak larut dalam pelarutnya. Larutan kemudian difiltrasi dengan kertas saring untuk memisahkan endapan dan pengotor.
Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan indikator pp hingga diperoleh titik ekuivalen. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asam salisilat dalam berbagai konsentrasi pelarut dan surfaktan, berbeda-beda. Dari data hasil percobaan didapat bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan asam salisilat maka semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di dalam air. Hal ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik (suka air,polar) dan gugus lipofilik (suka minyak, nonpolar), sehingga surfaktan memiliki aftinitas dengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak).
Berdasarkan grafik hasil percobaan, menunjukkan bahwa kadar asam salisilat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Grafik setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya menjadi konstan. Hal ini menunjukan surfaktan tersebut telah menurunkan tegangan permukaan pada larutan asam salisilat sampai pada titik Critical Micelle Concentration (CMC). Pada titik Critical Micelle Concentration (CMC) ini surfaktan menjadi jenuh dan surfaktan yang berlebih akan membentuk misel. Misel sendiri adalah suatu  agregat yang mengandung monomer-monomer surfaktan. Pada konsentrasi setelah CMC, surfaktan akan meningkatkan kelarutan zat yang tidak larut air karena zat tersebut dapat tersembunyi di dalam misel. Misel ini berperan dalam proses solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar adalah suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul zat yang sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari surfaktan larutan sehingga terbentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamika.

VII.          Kesimpulan                      :
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
ü  Surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asam salisilat.
ü  Semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan asam salisilat maka semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di dalam air.
ü  Saat larutan mencapai Critical Micelle Concentration (CMC) maka  surfaktan menjadi jenuh dan akan membentuk misel yang dapat menjerat asam salisilat atau zat lain yang tidak larut air atau pelarut lainnya.
ü  Saat konsentrasi surfaktan yang ditambahkan sangat jauh melebihi CMC, makan kelarutannnya pun akan menurun (larutan menjadi jenuh).


VIII.       Daftar Pustaka

Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB
Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design. London: Pharmaceutical Press.
Kurniawan, D. W. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Langley, C. 2008. FASTtrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing. London: Pharmaceutical Press.
Martin, A et.al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and Targeting. London: Pharmaceutical Press.
R. Voight., (1994), “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Edisi Kelima, Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

.

You Might Also Like

1 komentar

  1. Membantu,,,Salam farmasi indonesia,,,,ijin ngambil,
    Catatankuliahfarmasi.blogspot.com

    ReplyDelete